Label

Selasa, 25 Juni 2013

KAIRO UNDERCOVER



 
Judul                : Kairo Undercover
Penulis             : Ahmad Hujaj Nurrohim
Penerbit           : Diva Press, Jogjakarta

Tebal               : 208 halaman


Mesir adalah negara yang beruntung karena memiliki universitas Al-Azhar. Sejak pertengahan abad ke-19 pelajar dari Nusantara berbondong-bondong datang untuk menimba ilmu di negeri Fir’aun itu. Mesir juga memiliki sejumlah obyek wisata bertaraf international, seperti Piramida, patung Sphinx, kuil Luxor dan lain sebagainya. 

Hujaj adalah seorang mahasiswa Al-Azhar, Kairo, Mesir, yang kebetulan menjadi penjual tempe untuk membiayai hidupnya. Dari berjualan tempe, dia jadi tahu kehidupan Mesir yang sebenarnya, mulai dari keadaan alam, tabiat orang pribumi, para pejabat KBRI, kehidupan para mahasiswa sampai komunitas TKW ilegal yang bekerja di sana. 

Selain menjual tempe secara door to door, Hujaj juga memasarkannya secara online. Jejaring Facebook adalah media yang dia gunakan. Tempe yang dia jual diberi merek “Tempe Alif Tub Ramly”, dan statusnya update setiap hari. Bukan sekedar iklan, status yang di-update adalah refleksi dari apa yang Hujaj lihat di sekelilingnya. Buku ini adalah kumpulan status Facebook “Tempe Alif Tub Ramly” selama dua tahun yang telah ditata rapi. 

Dalam buku ini penulis bercerita bahwa Al-Azhar adalah lembaga pendidikan yang luar biasa agungnya; kuliah gratis, dapat beasiswa bagi yang beruntung, dosen-dosennya sangat alim, dan buku-buku diktatnya murah meriah. Pengajian di masjid Al-Azhar dilaksanakan setiap hari mulai pagi sampai malam, dan semua cabang ilmu agama bisa dipelajari di sana dengan gratis. Namun, Al-Azhar bukanlah universitas yang mewah; bangunannya kuno, fasilitasnya kurang memadai, dan yang unik adalah bahwa ruang kuliahnya sangat kecil. Jika terlambat sedikit saja, maka seorang mahasiswa bisa tidak kebagian bangku dan harus lesehan di lantai, bahkan jika terpaksa harus berdiri di luar pintu.

Dengan berbagai pertimbangan, pihak kampus tidak memberlakukan absen. Mahasiswa Al-Azhar bebas beraktifitas; mengaji kepada syaikh manapun, berorganisasi, sampai kegiatan olah raga dan seni. Maka tidak heran jika mahasiswa Al-Azhar dari Indonesia banyak yang berprestasi di segala bidang, karena memang mereka diberi kebebasan penuh untuk berkreasi. Namun efek sampingnya, terdapat juga mahasiswa yang bermalas-malasan dan menginjakkan kaki di kampus saat ujian semester saja.

Di sisi lain, penulis mencoba menggambarkan bahwa kuliah di Kairo tidak seindah yang dibayangkan. Beasiswa tidak mesti didapat, alam Kairo yang ekstrim, lalu lintas yang hampir tidak punya aturan, ulah sebagian orang pribumi yang kurang ramah, ditambah krisis ekonomi dan politik yang belum stabil membuat mahasiswa di Kairo tidak nyaman.

Perjalanan penulis keliling Kairo setiap hari dalam rangka menjual tempe mengisahkan tentang romantika kehidupan di sana. Gadis-gadis Mesir terlihat cantik luar biasa, namun menikah bagi pria Mesir sangatlah berat karena harus mengeluarkan biaya besar. Beberapa mahasiswa asal Indonesia ada yang menjalin cinta dengan mahasiswi (secara wajar), dan sebagian dari mereka membangun rumah tangga di sana.

Di beberapa judul penulis memperlihatkan kecakapannya dalam menarik simpati pelanggan dengan statusnya yang unik dan lucu. Pelanggan yang membaca statusnya akan tertarik dan membeli tempenya. Seringkali penulis juga memberikan motivasi kepada sahabatnya sesama mahasiswa dan para TKW untuk bisa berbuat baik demi masa depan mereka.

Kelebihan buku ini adalah bahwa apa yang tertulis hampir semuanya nyata. Jadi, pembaca yang suatu saat berkunjung ke Kairo dalam rangka traveling atau kuliah tidak akan kaget melihat kenyataan di sana. Ini tentu berbeda dengan buku-buku lain yang menuliskan kisah tentang Kairo secara fiksi. Hal lain yang menjadi kelebihan buku ini adalah keunikan status-statusnya; bahwa status Facebook yang dikumpulkan selama dua tahun, satu kali pun tidak pernah sama, walaupun ujung-ujungnya iklan.

Namun, di sisi kekurangan pada buku ini, penulis selalu menuliskan kalimat yang sama di akhir setiap iklannya, yaitu kalimat “Selalu Ada Setiap Harinya, Jempoll..!!”. ini tentu bisa membuat pembaca bosan, meskipun jika kalimat itu dibuang statusnya menjadi kurang menarik.

Dari sekian banyak status yang dituangkan dalam buku ini, bisa disimpulkan bahwa penulis berharap kepada siapapun yang akan menimba ilmu di Kairo supaya memperbaiki niat; niat yang suci murni menuntut ilmu di bumi para Nabi, bukan jalan-jalan saja atau mencari kepentingan lain. Penulis juga tidak bermaksud mengungkap sisi negatif Kairo, namun hanya berusaha mengatakan apa yang sebenarnya ada, supaya cerita tentang Kairo tidak lebih indah dari kenyataannya.